Jumat, 28 Agustus 2009 0 komentar

Kultum Ramadhan

Assalamu alaikum wr. wb. 

Alhamdulillahi robbal ‘alamin. Alhamdulillahi kasiro toyiban mubarokah fi kulli hal. Asyhadu ala ilaaha ilallaah wa asyhadu anna Muhammad darosulullah. Allahumma salli `ala muhammadin nabiyyi ummiyyi wa`ala ali muhammad, kama sallayta `ala ibrahima wa `ala ali ibrahim, wabarik `ala muhammadin nabiyyi ummiyyi wa`ala ali muhammad, kama barakta `ala ibrahima wa`ala ali ibrahim, innaka hamidun majid. 

Bapak-bapak dan ibu-ibu jemaah solat Ashar, yang dimuliakan Allah. 

Hadits Nabi Muhammad saw; Dari Umar rodhiyAllahu’anhu, beliau berkata: Pada suatu hari ketika kami duduk di dekat Rosulullah shollallahu ‘alaihi wasallam, tiba-tiba muncul seorang laki-laki yang berpakaian sangat putih dan rambutnya sangat hitam. Pada dirinya tidak tampak bekas dari perjalanan jauh dan tidak ada seorangpun diantara kami yang mengenalnya. 

Kemudian ia duduk di hadapan Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam, lalu mendempetkan kedua lututnya ke lutut Nabi, dan meletakkan kedua tangannya di atas kedua pahanya, kemudian berkata: ”Wahai Muhammad, terangkanlah kepadaku tentang Islam.” Kemudian Rosulullah shollallahu’alaihi wasallam menjawab: ”Islam yaitu: hendaklah engkau bersaksi tiada sesembahan yang haq disembah kecuali Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah. Hendaklah engkau mendirikan sholat, membayar zakat, berpuasa pada bulan Romadhon, dan mengerjakan haji ke rumah Allah jika engkau mampu mengerjakannya.” Orang itu berkata: ”Engkau benar.” Kami menjadi heran, karena dia yang bertanya dan dia pula yang membenarkannya. 

Orang itu bertanya lagi: ”Lalu terangkanlah kepadaku tentang iman”. Rosulullah shollallahu’alaihi wasallam menjawab: Iman adalah ”Hendaklah engkau beriman kepada Allah, beriman kepada para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para utusan-Nya, hari akhir, dan hendaklah engkau beriman kepada taqdir yang baik dan yang buruk. Orang tadi berkata: ”Engkau benar.

Lalu orang itu bertanya lagi: ”Lalu terangkanlah kepadaku tentang ihsan.” Baginda Rosulullullah menjawab Ihsan : “Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Namun jika engkau tidak dapat (beribadah seolah-olah) melihat-Nya, sesungguhnya Ia melihat engkau.

Orang itu berkata lagi: ”Beritahukanlah kepadaku tentang hari kiamat.” (Beliau) mejawab: “Orang yang ditanya tidak lebih tahu daripada yang bertanya.” Orang itu selanjutnya berkata: ”Beritahukanlah kepadaku tanda-tandanya.” (Beliau) menjawab: ”Apabila budak melahirkan tuannya, dan engkau melihat orang-orang Badui yang bertelanjang kaki, yang miskin lagi penggembala domba berlomba-lomba dalam mendirikan bangunan.”

Kemudian orang itu pergi, sedangkan aku tetap tinggal beberapa saat lamanya. Lalu Nabi Muhammad shollAllahu ’alaihi wasallam bersabda: ”Wahai Umar, tahukah engkau siapa orang yang bertanya itu ?”. Aku menjawab: ”Allah dan Rosul-Nya yang lebih mengetahui.” Lalu beliau bersabda: ”Dia itu adalah malaikat Jibril yang datang kepada kalian untuk mengajarkan agama kalian.” (Hadits Riwayat Muslim).

Kedudukan Hadits Materi hadits ke-2 ini sangat penting sehingga sebagian ulama menyebutnya sebagai “Induk sunnah”, karena seluruh sunnah berpulang kepada hadits ini. Aspek Kajian Hadist Dienul Islam mencakup tiga hal, yaitu: Islam, Iman dan Ihsan. Islam berbicara masalah lahir, iman berbicara masalah batin, dan ihsan mencakup keduanya. Ihsan memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari iman, dan iman memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari Islam. Tidaklah ke-Islam-an dianggap sah kecuali jika terdapat padanya iman, karena konsekuensi dari syahadat mencakup lahir dan batin. Demikian juga iman tidak sah kecuali ada Islam (dalam batas yang minimal), karena iman adalah meliputi lahir dan batin. 

Ahlussunnah menetapkan kaidah bahwa jika istilah Islam dan Iman disebutkan secara bersamaan, maka masing-masing memiliki pegerttian sendiri-sendiri, namun jika disebutkan salah satunya saja, maka mencakup yang lainnya. Iman dikatakan dapat bertambah dan berkurang, namun tidaklah dikatakan bahwa Islam bertambah dan berkurang, padahal hakikat keduanya adalah sama. Hal ini disebabkan karena adanya tujuan untuk membedakan antara Ahlussunnah dengan Murjiáh. Murjiáh mengakui bahwa Islam (amalan lahir) bisa bertambah dan berkurang, namun mereka tidak mengakui bisa bertambah dan berkurangnya iman (amalan batin). Sementara Ahlussunnah meyakini bahwa keduanya bisa bertambah dan berkurang. 

Istilah Rukun Islam dan Rukun Iman

Istilah “Rukun” pada dasarnya merupakan hasil ijtihad para ulama untuk memudahkan memahami dien. Rukun berarti bagian sesuatu yang menjadi syarat terjadinya sesuatu tersebut, jika rukun tidak ada maka sesuatu tersebut tidak terjadi. Istilah rukun seperti ini bisa diterapkan untuk Rukun Iman, artinya jika salah satu dari Rukun Iman tidak ada, maka imanpun tidak ada. Adapun pada Rukun Islam maka istilah rukun ini tidak berlaku secara mutlak, artinya meskipun salah satu Rukun Islam tidak ada, masih memungkinkan Islam masih tetap ada. 

Demikianlah semestinya kita memahami dien ini dengan istilah-istilah yang dibuat oleh para ulama, namun istilah-istilah tersebut tidak boleh sebagai hakim karena tetap harus merujuk kepada ketentuan dien, sehingga jika ada ketidaksesuaian antara istilah buatan ulama dengan ketentuan dien, ketentuan dien lah yang dimenangkan. 

Batasan Minimal Sahnya Keimanan 
  1. Iman kepada Allah. Iman kepada Allah sah jika beriman kepada Rububiyyah-Nya, uluhiyyah-Nya, dan asma’ dan sifat-Nya; 
  2. Iman kepada Malaikat. Iman kepada Malaikat sah jika beriman bahwa Allah menciptakan makhluk bernama malaikat sebagai hamba yang senantiasa taat dan diantara mereka ada yang diperintah untuk mengantar wahyu; 
  3. Iman kepada Kitab-kitab. Iman kepada kitab-kitab sah jika beriman bahwa Allah telah menurunkan kitab yang merupakan kalam-Nya kepada sebagian hambanya yang berkedudukan sebagai rasul. Diantara kitab Allah adalah Al-Qurán; 
  4. Iman kepada Para Rosul. Iman kepada para rasul sah jika beriman bahwa Allah mengutus kepada manusia sebagian hambanya mereka mendapatkan wahyu untuk disampaikan kepada manusia, dan pengutusan rasul telah ditutup dengan diutusnya Muhammad shallallaahu álaihi wa sallam; 
  5. Iman kepada Hari Akhir. Iman kepada Hari Akhir sah jika beriman bahwa Allah membuat sebuah masa sebagai tempat untuk menghisab manusia, mereka dibangkitkan dari kubur dan dikembalikan kepada-Nya untuk mendapatkan balasan kebaikan atas kebaikannya dan balasan kejelekan atas kejelekannya, yang baik (mukmin) masuk surga dan yang buruk (kafir) masuk neraka. Ini terjadi di hari akhir tersebut; 
  6. Iman kepada Taqdir. Iman kepada taqdir sah jika beriman bahwa Allah telah mengilmui segala sesuatu sebelum terjadinya kemudian Dia menentukan dengan kehendaknya semua yang akan terjadi setelah itu Allah menciptakan segala sesuatu yang telah ditentukan sebelumnya. Demikianlah syarat keimanan yang sah, sehingga dengan itu semua seorang berhak untuk dikatakan mukmin. Adapun selebihnya maka tingkat keimanan seseorang berbeda-beda sesuai dengan banyak dan sedikitnya kewajiban yang dia tunaikan terkait dengan hatinya, lisannya, dan anggota badannya.
Makna Ihsan 

Sebuah amal dikatakan hasan cukup jika diniati ikhlas karena Allah, adapun selebihnya adalah kesempurnaan ihsan. Kesempurnaan ihsan meliputi 2 keadaan: Maqom Muraqobah yaitu senantiasa merasa diawasi dan diperhatikan oleh Allah dalam setiap aktifitasnya, kedudukan yang lebih tinggi lagi. Maqom Musyahadah yaitu senantiasa memperhatikan sifat-sifat Allah dan mengaitkan seluruh aktifitasnya dengan sifat-sifat tersebut. Sebenarnya Ihsan adalah bagian langsung dari agama Allah yang diajarkan oleh Malaikat Jibril. Ia tidak semestinya dipisahkan dari bagian-bagian lain, apalagi diabaikan. Kalau rukun islam dan rukun iman telah kita laksanakan mengapa rukun ihsan tidak kita laksanakan. 

Subhana kallahumma, wa bihamdika, asyhadu allah ilaaha illa anta, astaghrifuka wa atuubu ilaik. Billahi taufiq walhidayah, wassalamu alaikum warohmatullahi wabarokatuh. 

Bandar Lampung, 27 Agustus 2009

Amar'lubai
0 komentar

Sholat Berjama'ah

Sebagian ulama berpendapat, sholat berjama'ah itu adalah fardhu 'ain. Sebagian lagi berpendapat bahwa shalat berjama'ah itu adalah fardhu kifayah dan sebagian lagi berpendapat sunnat muakkad (sunat yang diutamakan). Sholat lima waktu bagi laki-laki, berjama'ah di masjid lebih baik daripada di rumah, kecuali sholat sunnat, maka di rumah lebih baik. Bagi perempuan sholat di rumah lebih baik karena lebih aman bagi mereka. Sabda Rasulullah sholallaahu 'alaihi wassalam : Hai Manusia sholatlah kamu di rumah masing-masing, sesungguhnya sebaik-baik sholat adalah sholat seseorang di rumahnya, terkecuali shalat lima waktu maka di masjid lebih baik. (HR. Bukhari dan Muslim). Sabda Rasulullah sholallaahu 'alaihi wassalam : Janganlah kamu larang perempuan-perempuan ke masjid, walaupun rumah mereka lebih baik bagi mereka buat beribadah. (HR. Abu Daud).

Susunan Makmum
Kalau makmum hanya seorang, hendaklah ia berdiri di sebelah kanan imam. Sedangkan jika dua orang atau lebih supaya di belakang imam. Sabda Rasulullah sholallaahu 'alaihi wassalam : Dari Jabir bin Abdullah berkata bahwa pada suatu ketika Nabi Muhammad sholallaahu 'alaihi wassalam sholat maghrib, maka saya datang lalu berdiri di sebelah kirinya, maka beliau mencegah aku dan menjadikan aku di sebelah kanannya, kemudian datang temanku, maka kami berbaris di belakangnya. (HR. Abu Dawud).

Masbuq
Masbuq yaitu orang yang mengikuti kemudian, ia tidak sempat membaca fatihah bersama imam pada raka'at pertama. Hukumnya, jika ia takbir sewaktu imam belum ruku', hendaklah ia membaca Al Fatihah seberapa mungkin. Apabila imam ruku' sebelum habis Fatihahnya, maka hendaklah ia ruku' pula mengikuti imam. Atau di dapatinya imam sedang ruku', maka hendaklah ia ruku' pula. Apabila masbuq mendapati imam sebelum ruku' atau sedang ruku' dan ia dapat ruku' yang sempurna bersama imam, maka ia mendapat satu raka'at, berarti sholatnya itu terhitung satu raka'at. Kemudian ditambah kekurangan raka'atnya jika belum cukup, sesudah imam memberi salam. Sabda Rosulullah sholallaahu 'alaihi wassalam : Jika seseorang diantara kamu datang shalat sewaktu kami sujud, maka hendaklah kamu sujud, dan janganlah kamu hitung itu satu raka'at, dan barang siapa yang mendapati ruku' beserta imam, maka ia telah mendapati satu raka'at. (HR. Abu Daud)
0 komentar

Pahala Berpuasa

أَيَّامًا مَّعْدُودَٰتٍ ۚ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۚ وَعَلَى ٱلَّذِينَ يُطِيقُونَهُۥ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ ۖ فَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهُۥ ۚ وَأَن تَصُومُوا۟ خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
Ayyaamam ma'duudaat; faman kaana minkum mariidan aw'alaa safarin fa'iddatum min ayyaamin ukhar; wa 'alal laziina yutiiquunahuu fidyatun ta'aamu miskiinin faman tatawwa'a khairan fahuwa khairulo lahuu wa an tasuumuu khairul lakum in kuntum ta'lamuun.
Artinya: (Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi barangsiapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.

Nampak begitu ringkas uraian firman Allah diatas. Tetapi makna antara ringkasnya pernyataan Allah ini dengan kata-kata makhluk-Nya tidaklah sama. Cukuplah bagi seorang hamba yang beriman kepada Allah Rabbul Jalil untuk meyakini akan jaminan yang diberikan ini. Sesungguhnya ibadah puasa bukanlah suatu yang membebankan, tetapi merupakan satu peluang yang diberikan oleh Allah Azza wa Jalla untuk kita mencari dan mengumpul sebanyak mungkin pahala buat bekalan dan kesenangan di negeri akhirat kelak. Sepatutnya, seorang hamba yang tulus imannya dan setia ketaatannya tidak perlu lagi bertanya apakah hikmah dan kelebihan di sebalik perintah Allah ini. 

Namun, Rasulullah sholallaahu 'alaihi wassalam tidak pernah lekang dari memberi galakan dan motivasi untuk umatnya supaya membuktikan keimanan ini dengan menjalankan perintah Allah Azza wa Jalla dengan penuh sempurna dan mengharapkan balasan yang dijanjikan. Justeru, Baginda sholallaahu 'alaihi wassalam memberikan khabar gembira untuk mereka yang berpuasa. Berbahagialah wahai orang yang berpuasa dengan perkhabaran ini: Puasa sebagai perisai. 

Di dalam satu hadits Nabi Muhammad sholallaahu 'alaihi wassalam telah menganjurkan kepada mereka yang bersangatan keinginannya untuk berkahwin, tetapi tidak mampu, supaya berpuasa. Sabda Nabi Muhammad sholallaahu 'alaihi wassalam yang bermaksud: "Wahai para pemuda! Sesiapa di antara kamu yang berkemampuan untuk kahwin, maka berkahwinlah. Sesunguhnya ia lebih menundukkan pandangan dan lebih memelihara kemaluan. Sesiapa yang tidak mampu, maka hendaklah dia berpuasa, kerana puasa itu dapat menjadi perisai baginya". ( Riwayat al-Bukhari & Muslim). 

Selanjutnya dinyatakan oleh Rasulullah sholallaahu 'alaihi wassalam di dalam satu hadith qudsi yang bermaksud: Dari Abu Hurairah ra berkata: telah bersabda Rasulullah sholallaahu 'alaihi wassalam: "Allah subhanahu wata 'ala telah berfirman: Setiap amalan anak Adam itu baginya (ganjaran pahala yang ada hadnya), kecuali puasa, kerana sesungguhnya puasa itu untuk-Ku, dan Akulah yang akan memberikan balasannya, dan puasa itu perisai, dan apabila seseorang itu berpuasa, maka janganlah ia mengeluarkan kata-kata lucah dan tidak juga bercakap kasar. Sekiranya ada orang lain yang mengejinya atau ingin berkelahi dengannya, maka katakanlah: Sesungguhnya aku berpuasa. Dan demi jiwa Muhammad di tangan-Nya, sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah daripada haruman kasturi, untuk orang yang berpuasa itu dua kegembiraan: ketika dia berbuka, satu kegembiraan baginya, dan tatkala dia bertemu dengan Tuhannya, dia akan gembira dengan ibadah puasanya". (Riwayat al-Bukhari & Muslim). 

Di dalam hadits qudsi ini, Allah subhanahu wata 'alat menyatakan bahawa puasa mempunyai ganjaran yang sangat berganda banyaknya berbanding dengan amalan-amalan lain. Jika amalan yang lain dijanjikan ganjaran pahala sehingga tujuh ratus pahala dan lebih, tetapi bagi puasa ini hanya Allah subhanahu wata 'ala sahaja yang mengetahuinya. Tidak dinyatakan kadar pahalanya. Maka Allah subhanahu wata 'ala akan menambahkan pahala mengikut kehendak-Nya sehingga mungkin tidak dapat dihitung oleh manusia. 

Bagi orang yang berpuasa juga akan menikmati dan mengecapi dua kegembiraan; kegembiraan dunia dan kegembiraan akhirat. Bayangkan setelah sehari suntuk seseorang itu menahan diri dari lapar dan dahaga, lalu tiba saat terbenamnya matahari. Dia dapat menikmati segala juadah bagi menghilangkan lapar dan dahaganya. Inilah kegembiraan di dunia. Ada pun kegembiraan yang lebih besar dan utama adalah tatkala dia bertemu dengan Tuhannya di akhirat kelak. Detik itu, dia akan dapat melihat dan mengecapi segala ganjaran besar yang telah disediakan untuknya sebagai balasan kepada ketaatan yang telah dutunjukkan. Bau mulut orang yang berpuasa juga lebih wangi disisi Allah daripada bau kasturi pada hari akhirat. Ia menjadi tanda bahawa seseorang itu termasuk dalam golongan mereka yang berpuasa semasa di dunia dan dia berhak untuk mendapat segala balasan yang telah dijanjikan. 

Al-Rayyan untuk orang yang berpuasa. Al-Rayyan adalah salah satu pintu syurga. Ia disediakan hanya untuk mereka yang berpuasa. Daripada Sahl bin Said r.a, bahawa Nabi sholallaahu 'alaihi wassalam bersabda bermaksud: "Sesungguhnya di dalam syurga itu ada satu pintu yang dinamakan al-Rayyan, orang yang berpuasa akan masuk melaluinya pada hari kiamat, tidak akan masuk seorang pun selain daripada mereka (yang berpuasa), apabila telah masuk orang yang berpuasa, pintu ini akan ditutup, maka tidak dapat masuk seorang pun yang lain melalui pintu ini". (Riwayat al-Bukhari & Muslim). 
Rabu, 26 Agustus 2009 0 komentar

Sholat Dalam Perjalanan

Mengqoshar Sholat Yang Empat Raka'at
Sholat yang boleh diqashar adalah sholat yang empat raka'at, yaitu Dhuhur, 'Ashar dan 'Isya. Berkata Ibnul Qayim: Jikalau bepergian, Rosulullah sholallaahu 'alaihi wasalam. Selalu mengqshar sholat yang empat raka'at dan mengerjakannya hanya dua-dua raka'at, sampai beliau kembali ke Madinah. Tidak diketemukan keterangan yang kuat bahwa beliau tetap mengerjakannya empat raka'at. Hal ini tidak menjadi perselisihan imam-imam, walau mereka berlainan pendapat tentang hukum mengqoshar. Mengenai jarak bolehnya mengqashar adalah tiga mil (Ahmad, Muslim, Abu Daud dan Baihaqi meriwayatkan dari Yahya bin Yazid).

Menjama' Dua Sholat
Dibolehkan seseorang itu merangkap sholat Dhuhur dengan 'Ashar dan menjama' sholat Maghrib dengan 'Isya, baik secara taqdim (mengerjakan dua buah sholat pada waktu sholat pertama) maupun ta'khir (mengerjakannya pada waktu sholat kedua/diundurkan). Alasan-alasan menjama' sholat:
  1. Menjama' di 'Arafah dan Muzdalifah. Para ulama sependapat bahwa menjama' sholat Dhuhur dan 'Ashar secara taqdim pada waktu Dhuhur di 'Arafah, begitupun antara sholat Maghrib dan 'Isya secara ta'khir di waktu 'Isya di Muzdalifah, hukumnya sunat, berpedoman pada apa yang dilakukan oleh Rosulullah sholallaahu 'alaihi wasalam.
  2. Menjama' dalam bepergian
  3. Menjama' di waktu hujan
  4. Menjama' sebab sakit atau 'udzur
  5. Menjama' sebab ada keperluan
Sholat Dalam Kendaraan
Mengerjakan sholat dalam kendaraan, menurut cara yang mungkin dilakukan hukumnya sah tanpa makruh sama sekali. Boleh dilakukan dengan berdiri (misal di dalam kapal) maupun duduk (misal di dalam bus atau kereta). Dan arah kiblatnya menurut arah jalannya kendaraan itu. Diterima dari Ibnu Umar, katanya: Nabi sholallaahu 'alaihi wasalam ditanya perihal sholat di atas kapal, maka ujar beliau: Sholatlah di sana dengan berdiri, kecuali bila engkau takut tenggelam!. (Diriwayatkan oleh Daruquthni dan Hakim menurut syarat Bukhari dan Muslim)
Kamis, 06 Agustus 2009 0 komentar

Santri 026

Rakhmat Alfian
0 komentar

Santri 025

Surya Setiawan
0 komentar

Santri 024

Anggi Saputra
0 komentar

Santri 023

Tegar
0 komentar

Santri 022

Yuda Apriliyanto
0 komentar

Santri 021

Andri Winardi
0 komentar

Santri 020

Akhmad Setiawan
0 komentar

Santri 019

Gilang Marshelindo
0 komentar

Santri 018

Panca Kurniawan
0 komentar

Santri 017

Bagus Aji Nugroho
0 komentar

Santri 016

Andi Winardi
0 komentar

Santri 015

Aditiya Warman
0 komentar

Santri 014

Syahrul Rizky Akbar
0 komentar

Santri 012

Retno
0 komentar

Santri 011

Rosita Dewi
0 komentar

Santri 010

Addela Arista
0 komentar

Santri 009

Winarsih
0 komentar

Santri 008

Irma Damai Yanti
Rabu, 05 Agustus 2009 0 komentar

Santri 007

Andriyana
0 komentar

Santri 006

Indah Dwi Maharani
0 komentar

Santri 005

Uswatun Hasanah
 
;